MEDIA BLORA - Tragedi kerusuhan di pertandingan Arema FC dan Persebaya Surabaya menjadi peristiwa paling kelam bagi Sepak Bola Indonesia.
Namun, dengan jumlah korban tewas yang terus meningkat hingga dilaporkan 153 orang tewas, bisa dikatakan pula bahwa kericuhan di Stadion Kanjuruhan merupakan tragedi Sepak Bola paling mematikan kedua di Dunia.
Seperti diketahui, Laga Arema dan Persebaya berakhir ricuh pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam WIB di Stadion Kanjuruhan Malang.
Berawal dari suporter masuk ke lapangan, karena kecewa dengan Arema kalah dengan Persebaya dengan skor akhir 2-3.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata untuk mengatur situasi.
Namun, gas air mata membuat suporter panik dan suasana semakin kacau.
Banyak penonton yang terinjak-injak dalam situasi kepanikan yang tercipta, ada juga yang kesulitan bernapas akibat gas air mata.
Akibatnya, 153 orang tewas dalam insiden itu sejauh ini.
Pada tanggal 24 Mei 1964 terjadi insiden sepak bola paling mematikan dan menelan banyak korban jiwa di dunia sepak bola.
Dikutip MEDIA BLORA dari berbagai sumber, Saat itu, sebuah insiden terjadi di Stadion Nasional di Peru, di mana pertandingan antara Peru dan Argentina.
Pertandingan antara Peru dan Argentina adalah pertandingan kualifikasi kedua untuk Olimpiade Tokyo 1964. Di Awal pertandingan itu berjalan lancar, namun pertandingan berakhir ricuh setelah wasit menganulir gol tim Peru.
Menurut laporan Priceonomics, Minggu 10 Februari 2022 ada seorang penonton memasuki lapangan dan memukul Wasit.
Tiba-tiba, aparat keamanan langsung menangkap pria tersebut dan memukulinya dengan brutal.
Sontak Penggemar lain menjadi emosional dan turun ke lapangan.
Insiden Stadion Nasional sejauh ini adalah yang paling mematikan, karena korban tewas adalah 328, tetapi ada laporan lain bahwa lebih dari itu yang meninggal.
Kemudian di urutan kedua pada tahun 2001 di Stadio Accra Sprots, Ghana dengan korban meninggal 126 orang.
Baca Juga: Profil dan Biodata Adam Szalai, Striker Hungaria yang Mampu Mencetak Gol Kemenangan Atas Jerman
Namun, insiden tersebut kini turun ke peringkat ketiga karena kerusuhan Kanjuruhan menjadi peristiwa sepak bola paling mematikan kedua di Dunia.***