Profil dan Biodata Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo, Berikut Kisah Pemberontakan Gerakan 30 September

- 22 September 2021, 09:00 WIB
Fakta Jenderal Purn. Sarwo Edhie Anti PKI gagal jadi pahlawan nasional /
Fakta Jenderal Purn. Sarwo Edhie Anti PKI gagal jadi pahlawan nasional / /PIkiran Rakyat/

MEDIA BLORA - Berikut adalah artikel yang berisi tentang biodata Sarwo Edhie Wibowo.

Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo adalah seorang tokoh militer Indonesia.

Sarwo Edhie Wibowo adalah ayah dari Kristiani Herrawati Atau yang sering dikenal sebagai Ibu ani Yudhoyono , ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Sarwo Edhie Wibowo juga ayah dari mantan KSAD, Pramono Edhie Wibowo.

Baca Juga: Teks Bacaan Asmaul Husna dan Artinya Bahasa Inodesia , Banyak Keberkahan Bagi yang Membacanya.

Sarwo Edhie Wibowo Lahir di Purworejo Pada, 25 Juli 1925
Meninggal: 9 November 1989, Jakarta
Pasangan: Hj. Sri Sunarti Hadiyah
Dimakamkan: 10 November 1989, Makam Jend. Sarwo Edhie Wibowo, Purworejo
Anak: Pramono Edhie Wibowo, Ani Yudhoyono, LAINNYA
Cucu: Agus Harimurti Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono, Ayu Ratna Pratiwi, Yusuf Putra Pramono
Orang tua: Raden Ayu Sutini, Raden Kartowilogo

Baca Juga: Mertua SBY: Hj. Sri Sunarti Hadiyah Ibunda dari Ani Yudhoyono, Berikut Profil Lengkapnya

Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini).

Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.

Jejak Karier Sarwo Edhie Wibowo.
Karier Sarwo Edhie di ABRI, dia pernah menjadi Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945—1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951—1953), Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (1959—1961), Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962—1964), dan Komandan RPKAD (1964—1967).

Baca Juga: Profil dan Biodata Verawaty Fajrin, Legenda Bulutangkis Indonesia Era 1980 an yang Jadi Muallaf

RPKAD adalah usaha Indonesia untuk menciptakan sebuah unit pasukan khusus (yang kemudian akan menjadi Kopassus) dan pengangkatan Sarwo Edhie sebagai komandan unit elit ini berkat Ahmad Yani.

Pada tahun 1964, Yani telah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dan menginginkan seseorang yang bisa dia percaya sebagai Komandan RPKAD.

Selama Sarwo Edhie Wibowo menjadi Komandan RPKAD Gerakan 30 September terjadi.

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Sementara proses penculikan sedang dieksekusi, sekelompok pasukan tak dikenal menduduki Monumen Nasional (Monas), Istana Kepresidenan, Radio Republik Indonesia (RRI), dan gedung telekomunikasi.

Baca Juga: Profil dan Biodata Enea Bastianini, Pembalap Italia yang tidak Mau Gabung Team Rossi

Hari dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta.

Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta.

Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat.

Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.

Setelah Sudiro pergi, Sarwo Edhie dikunjungi oleh Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa. Sabur meminta Sarwo Edhie untuk bergabung dengan Gerakan G30S.

Sarwo Edhie mengatakan kepada Sabur dengan datar bahwa ia akan memihak Soeharto.

Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang (batas waktu dimana pasukan tak dikenal diharapkan untuk menyerah).

Baca Juga: Teks Maulid Simtudduror Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi, Full dari Awal Sampai Akhir

Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk.

Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.

Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim. Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S.

Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara. Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.

Itulah Biodata Sarwo Edhie Wibowo yang dapat kami saampaikan, semoga bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca.***

Editor: Muhammad Ma`ruf

Sumber: Wikipedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah