"Maka, Kementerian Agama tidak ada alasan untuk tidak mendukung," ujar Nizar Ali dikutip dari Antara, Kamis, 11 November 2021.
Nizar Ali menjelaskan bahwa Permendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang PPKS itu harus dipahami secara utuh tanpa dilepaskan dari konteks.
Dirinya juga menambahkan bahwa Permendikbud nomor 30 tahun 2021 itu memberi ruang dan payung bagi para korban kekerasan seksual agar berani berbicara serta dapat mengakomodir hak-hak korban.
Selain itu dirinya menilai, Permendikbud ini menjadi semacam benteng yang akan menutup ruang gerak para pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Sementara terkait frasa yang diperdebatkan sejumlah pihak, utamanya Pasal 5 ayat (2), yakni "tanpa persetujuan korban", merupakan kesalahan persepsi.
Menurut Nizar Ali, pasal tersebut tidak berarti "melegalkan zina di lingkungan kampus", tetapi justru melindungi perempuan dari segala macam bentuk kekerasan seksual yang dialaminya.
Sebab, kekerasan seksual tidak hanya fisik, tetapi nonfisik (verbal), seperti gurauan atau panggilan yang merendahkan perempuan.
"Nah konteks ini, di permendikbud ini adalah konteks untuk pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual. Jadi tidak ada di situ kata-kata yang melegalkan zina. Tidak ada sama sekali yang mengatakan melegalkan zina. Itu salah besar," kata dia.
Menurut dia, pihaknya sudah menyampaikan ke seluruh perguruan tinggi keagamaan yang berada di bawah kewenangan Kemenag agar mendukung Permendikbud PPKS tersebut.